Sistem Hukum di Dunia
Sistem hukum menurut
Mokhammad Najih dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia ‘Sejarah, Konsep Tata
Hukum, dan Politik Hukum Indonesia’ Edisi Revisi adalah “suatu kesatuan yang
terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut”. Sejalan dengan itu, Abdul Jamali
berpendapat bahwa sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur yang
secara keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang terkait satu dengan
lainnya dan tidak bisa dipisahkan atau dengan kata lain didalam suatu sistem
pasti ada subsistem-subsistem untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Akibat dari
keterkaitan antar subsistem satu dengan lainnya, maka apabila ada kesalahan
pada satu subsistem pasti akan mempengaruhi subsistem lainnya. Jadi, dapat
dikatakan bahwa sistem hukum adalah aturan-aturan hukum yang saling berkaitan
untuk mencapai suatu tertib hukum.
Sistem Hukum
Eropa Kontinental (Civil Law)
Sistem Hukum Eropa
Kontinental pada dasarnya merupakan sistem hukum yang berkembang pada
negara-negara di eropa. Cekli Setya Pratiwi, S.H.,LL.M.,M.CL berpendapat bahwa
sistem hukum eropa kontinental bersumber pada hukum romawi yang selanjutnya
dijadikan dasar untuk kodifikasi hukum di eropa. Sistem hukum eropa kontinental
bersumber pada hukum normatif atau hukum tertulis.
Dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) hakim tidak bisa bergerak
secara leluasa atau terbatas, dapat dikatakan bahwa hakim didalam sistem hukum
Eropa Kontinental (Civil Law) hanya menjadi corong atau perantara dari
Undang-Undang itu sendiri. Jadi ketika ada suatu peristiwa hukum (diatur dalam
Undang-Undang) maka hakim hanya menjalankan apa yang sudah tertera dalam
Undang-Undang tersebut, karena hakim bukanlah lembaga yang membuat
Undang-Undang melainkan hanya menerapkan dan mengadili hukum tertulis
(Undang-Undang) atau dapat dikatakan bahwa hakim adalah penegak dari hukum itu
sendiri. Dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) hakim tidak terikat
oleh jurispruden (putusan hakim terdahulu), jadi hakim dapat menggunakan
jurispruden ataupun tidak karena hakim hanya terikat pada hukum tertulis
(Undang-Undang).
Sistem Hukum
Anglo Saxon (Common Law)
Cekli Setya Pratiwi,
S.H.,LL.M.,M.CL berpendapat bahwa sistem hukum Anglo Saxon adalah sistem yang
biasanya berlaku diberlakukan dinegara anglo amerika, sistem ini mulai
berkembang di Inggris pada abad ke 11 kemudian berkembang ke negara-negara
Amerika Utara, beberapa negara Asia dan Australia yang termasuk dalam
persemakmuran. Sistem hukum anglo saxon bersumber pada putusan hakim terdahulu
atau Yurisprudensi.
Mokhammad Najih dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia ‘Sejarah, Konsep
Tata Hukum, dan Politik Hukum Indonesia’ Edisi Revisi berpendapat bahwa sistem
hukum anglo saxon yang bisa disebut sebagai unwritten law tidak sepenuhnya
benar karena di dalam sistem hukum ini dikenal juga adanya sumber-sumber hukum
yang tertulis (Statutes).
Dalam sistem hukum Anglo Saxon (Common Law), sumber hukum yang digunakan
adalah putusan-putusan hakim sebelumnya (jurisprudensi). Jadi dalam sistem
hukum Anglo Saxon (Common Law), hukum terikat oleh jurisprudensi dalam
memutuskan suatu perkara yang serupa dengan perkara yang sudah diadili. Dapat
dikatakan hakim memiliki kewenangan dalam membuat hukum ketika sedang mengadili
suatu perkara, namun harus didasarkan oleh prinsip-prinsip hukum dalam putusan
sebelumnya ketika karakteristik dari perkara itu serupa (doctrine of
precedent), hal itu dapat dijadikan sebagai kontrol untuk hakim agar putusan
yang ia berika tidak subjektif. Namun, ketika jurisprudensi tidak lagi sesuai
dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat memutus perkara tanpa didasari oleh
jurisprudensi yang sudah ketinggalan zaman tersebut, dengan catatan hakim harus
melihat nilai-nilai keadilan dan kebenaran dalam perkara tersebut.
Sistem Hukum
Adat (Custom Law)
Cekli Setya Pratiwi,
S.H.,LL.M.,M.CL berpendapat bahwa kebiasan atau hukum adat adalah perbuatan
atau tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus dalam
jangka waktu yang sangat lama dan bersifat umum yang mengatur persoalan yang
umum di masyarakat. Walaupun hukum adat atau kebiasaan bukan merupakan hukum
tertulis, hukum adat sangatlah ditaati dimana hukum adat itu berlaku. Darisitu
lah hukum adat dijadikan hukum yang ada di masyarakat.
Pada dasarnya hukum adat bersumber pada hukum tidak tertulis dan bersifat
luas serta flexible. Hukum adat bersifat flexibel karena dalam hukum adat terus
mengalami perubahan mengikuti perkembangan sosial masyarakat yang ada. Selain
itu, hukum adat juga bisa disebut sebagai hukum wilayah yang antar wilayah satu
dengan wilayah lain dalam suatu negara memiliki keberagaman yang luas.
Contoh hukum adat yang diadopsi menjadi hukum positif di Indonesia adalah
Hukum yang mengatur mengenai Hak Ulayat atau hak kepemilikan bersama atas tanah
yang diakui didalam Undang-Undang pertanahan
Sistem Hukum
Islam
Cekli Setya Pratiwi,
S.H.,LL.M.,M.CL berpendapat b ahwa sitem hukum islam merupakan sistem hukum yang berdasarkan pada Agama
Islam. Sistem hukum islam pertama kali berkembang di negara Arab pada saat
Agama Islam pertama kali ada dan berkembang pesat ke negara-negara lainnya.
Mokhammad Najih dalam
bukunya Pengantar Hukum Indonesia ‘Sejarah, Konsep Tata Hukum, dan Politik
Hukum Indonesia’ Edisi Revisi berpendapat bahwa sistem hukum islam memiliki 4
sumber hukum penting, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma, dan Qiyas.
1. Alqur’an yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan pelantaraan malaikat Jibril.
2. As-Sunnah ialah semua yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW baik
perkataan, perbuatan, atau pengakuan terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
para sahabat (qauliyyah, fi’liyyah, ataupun taqririyyah)
3. Ijma adalah kesepakatan para ulama besar terdahulu tentang suatu hal
cara hidup yang ketentuannya belum dijelaskan secara rinci oleh Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
4. Qiyas adalah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara
dua atau lebih kejadian untuk ditarik kesimpulan yang memunculkan hukum yang
baru.
Sistem Hukum
Sosialis
Cekli Setya Pratiwi,
S.H.,LL.M.,M.CL berpendapat bahwa sistem hukum sosialis adalah sistem hukum
yang dianut oleh negara-negara sosialis seperti Rusia. Sistem ini berdasar pada
ajaran-ajaran sosialis dan ajaran komunis, tokoh yang mengajarkan ajaran sosialis
seperti Karl Max. Dalam sistem hukum sosialis yang paling kuat adalah kekuasaan
negara yang sangat besar didalam sistem hukum tersebut dimana negara menguasai
seluruhnya untuk kepentingan rakyat.
Sistem Hukum di
Indonesia
Lalu sistem hukum apa yang
dianut oleh Indoneisa? Sejatinya sistem hukum yang Negara Indonesia gunakan
adalah sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law). Sistem hukum Eropa
Kontinental (Civil Law) menggunakan Undang-Undang sebagai sumber hukum yang
berlaku dan itu dapat dijumpai di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu
dimana tujuan sejati dari hukum adalah untuk masyarakat, negara dapat mengambil
subsistem dari sistem hukum yang lain agar tujuan dari hukum itu sendiri dapa
terlaksana dengan baik.
Indonesia sendiri memiliki bagian-bagian dari sistem hukum yang lain
seperti lembaga-lembaga yang membantu pemerintah contohnya Komnas HAM (Anglo
Saxon / Common Law), hukum perkawinan dan hukum waris (Hukum Islam). Beberapa
daerah di Indonesia masih menggunakan kekentalan dari Hukum Adat mereka seperti
daerah Bali, selain itu dibeberapa situasi Indonesia menganut sistem hukum
Sosialis yang pada dasarnya negara memiliki kewenangan untuk mengatur hajat
hidup orang banyak untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Walaupun Indonesia memiliki subsistem dari sistem hukum yang lain,
kembali lagi bahwa pada dasarnya di Indonesia sumber hukum yang digunakan
adalah sumber hukum tertulis atau Undang-Undang. Namun, ketika berbicara
mengenai keseluruhan hukum atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia, dapat
dikatakan bahwa Indonesia menganut sistem hukum campuran atau sistem hukum yang
plural.
Sumber:
https://youtu.be/pdjVnhLjAxQ
Najih, Mokhammad. Soimin. 2014. Buku Pengantar Hukum Indonesia ‘Sejarah,
Konsep Tata Hukum, dan Politik Hukum Indonesia’ Edisi Revisi. Malang: Setara
Press.
Komentar
Posting Komentar